Makalah Kerukunan Antara Umat Beragama
KATA
PENGANTAR
Segala puji hanya
milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW.
Berkat limpahan dan rahmat-Nya saya mampu menyelesaikan
tugas Makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Agama
Islam. Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang
kerukunan antar umat beragama, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari
berbagai sumber informasi, referensi, dan berita.
Semoga makalah ini
dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada
pembaca. Saya sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing saya meminta masukannya demi
perbaikan pembuatan makalah saya di masa yang akan datang dan mengharapkan
kritik dan saran dari para pembaca.
Makassar, 21 September 2013
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
BAB I : PENDAHULUAN.......................................................................................... 1
A.
Latar
Belakang.............................................................................................. 1
B.
Rumusan
Masalah......................................................................................... 1
C.
Tujuan
Penulisan.......................................................................................... 2
BAB II : PEMBAHASAN........................................................................................... 3
A.
Kerukunan
Antara Umat Beragama............................................................... 3
B.
Cara
Mewujudkan Kerukunan Antara Umat Beragama.................................. 5
C.
Kendala
yang dihadapi dalam mewujudkan Kerukunan Antara Umat Beragama 6
BAB III : PENUTUP.................................................................................................. 9
A.
Kesimpulan................................................................................................... 9
B.
Saran............................................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kerukunan beragama
di tengah keanekaragaman budaya merupakan aset dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara di Indonesia. Kerukunan
adalah istilah yang dipenuhi oleh muatan makna “baik” dan “damai”. Intinya,
hidup bersama dalam masyarakat dengan “kesatuan hati” dan “bersepakat” untuk
tidak menciptakan perselisihan dan pertengkaran (Depdikbud, 1985:850) Bila
pemaknaan tersebut dijadikan pegangan, maka “kerukunan” adalah sesuatu yang
ideal dan didambakan oleh masyarakat manusia.
Manusia
ditakdirkan Allah Sebagai makhluk social yang membutuhkan hubungan dan
interaksi sosial dengan sesama manusia. Sebagai makhluk social, manusia memerlukan
kerja sama dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan
material maupun spiritual. Ajaran Islam menganjurkan manusia untuk bekerja sama
dan tolong menolong (ta’awun) dengan sesama manusia dalam hal kebaikan. Dalam
kehidupan sosial kemasyarakatan umat Islam dapat berhubungan dengan siapa saja
tanpa batasan ras, bangsa, dan agama.
Dalam perjalanan
sejarah bangsa, Pancasila telah teruji sebagai alternatif yang paling tepat
untuk mempersatukan masyarakat Indonesia yang sangat majemuk di bawah suatu
tatanan yang inklusif dan demokratis. Sayangnya wacana mengenai Pancasila
seolah lenyap seiring dengan berlangsungnya reformasi.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah
kerukunan antara umat beragama menurut pandangan islam ?
2.
Bagaimanakah
cara mewujudkan kerukunan antara umat beragama ?
3.
Kendala
apa sajakah yang dihadapi dalam mewujudkan kerukunan antara umat beragama ?
C. Tujuan Penulisan
Untuk menambah wawasan kita semua
tentang kerukunan antara umat beragama, agar kita dapat mewujudkannya dalam
kehidupan sehari hari. Sekaligus untuk menyelesaikan tugas agama yang diberikan
kepada kami.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kerukunan Antara Umat Beragama
Bangsa Indonesia terdiri dari beberapa suku, agama, dan
golongan. Sungguhpun berbeda-beda, tetapi satu tujuan, yaitu meraih kebahagiaan
hidup di dalam bingkai persaudaraan sesama manusia, sebangsa dan se-Tanah Air,
dan sesama pemeluk agama. Kerukunan
merupakan kebutuhan bersama yang tidak dapat dihindarkan di Tengah perbedaan.
Perbedaan yang ada bukan merupakan penghalang untuk hidup rukun dan
berdampingan dalam bingkai persaudaraan dan persatuan. Kesadaran akan kerukunan
hidup umat beragama yang harus bersifat Dinamis, Humanis dan Demokratis,Kata
kunci persaudaraan dan kebahagiaan hidup adalah kerukunan sesama warga tanpa
memandang perbedaan latar belakang suku, agama dan golongan, karena hal itu
adalah Sunnantullah. Kerukunan adalah kesepakatan yang didasarkan pada kasih
sayang. Kerukunan mencerminkan persatuan dan persaudaraan.
Allah SwT berfirman :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ
إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ
لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ
عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya :
"Hai manusia! Kami ciptakan kamu dari satu pasang
laki-laki dan perempuan, dan Kami jadikan kamu beberapa bangsa dan suku bangsa
supaya kamu saling mengenal (bukan supaya saling membenci). Sungguh, yang
paling mulia di antara kamu di dalam pandangan Allah ialah orang yang paling
bertakwa. Allah Maha Tahu, Maha Mengenal".
(Al-Hujurat [49]: 13)
Seperti yang kita ketahui,
Indonesia memiliki keragaman yang begitu banyak. Tak hanya masalah adat
istiadat atau budaya seni, tapi juga termasuk agama. Walau mayoritas
penduduk Indonesia memeluk agama Islam, ada beberapa agama lain yang juga
dianut penduduk ini. Kristen, Khatolik, Hindu, Budha dan Konghucu adalah
contoh agama yang juga banyak dipeluk oleh warga Indonesia. Setiap agama
tentu punya aturan masing-masing dalam beribadah. Namun perbedaan ini bukanlah
alasan untuk berpecah belah. Sebagai satu saudara dalam tanah air yang sama,
kita harus menjaga kerukunan umat beragama di Indonesia untuk bersama-sama
membangun negara ini menjadi yang lebih baik.
Sebenarnya Persaudaraan
seiman dan seagama telah dicanangkan Allah SwT dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat [49] ayat 10-12 yang berbunyi:
إِنَّمَا
الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ
لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Artinya
: Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah
(perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah,
supaya kamu mendapat rahmat.(Al-Hujurat [49] ayat 10)
ا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَىٰ أَنْ
يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُنَّ
خَيْرًا مِنْهُنَّ ۖ
وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ
بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ
وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Artinya
: Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki
merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik
dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya,
boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu
sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan.
Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan
barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.(Al-Hujurat
[49] ayat 11)
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ
الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ
وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ
لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
Hai
orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena
sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang
dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang
suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik
kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima
Taubat lagi Maha Penyayang.(Al-Hujurat [49] ayat 12)
Secara tersirat ketiga ayat ini mengandung pesan bahwa
menjaga persaudaraan dan kerukunan adalah suatu bentuk ketakwaan kepada Allah
SwT. Untuk memelihara kerukunan, Mukmin hendaknya menahan diri dari
memperolok satu sama lain dan menghindari prasangka, saling mata-mematai, dan
menggunjing.
B.
Cara Mewujudkan Kerukunan Antara Umat Beragama
Bangsa
Indonesia yang mayoritas beragama Islam sebaiknya berkaca kepada sejarah yang
pernah terjadi dalam dunia Islam, yaitu di Madinah. Dengan pimpinan Nabi
Muhammad saw mendirikan negara yang pertama kali dengan penduduk yang majemuk,
baik suku dan agama, suku Quraisy dan suku-suku Arab Islam yang datang dari
wilayah-wilayah lain, suku-suku Arab Islam penduduk asli Madinah, suku-suku
Yahudi penduduk Madinah, Baynuqa’, Bani Nadlir dan suku Arab yang belum
menerima Islam. Sebagai landasan dari negara baru itu Rasulullah saw
memproklamasikan peratururan yang kemudian lebih dikenal dengan nama Shahifatul
Madinah atau Piagam Madinah. Menurut para ilmuwan
muslim dan non muslim dinyatakan bahwa Piagam Madinah itu merupakan konstitusi
pertama negara Islam. Piagam Madinah yang terdiri dari 47 pasal itu nabi
Muhammad saw telah meletakkan pondasi sebagai landasan kehidupan umat
beragama dalam negara yang plural dan majemuk, baik suku maupun agama dengan
memasukkan secara khusus dalam Piagam Madinah sebuah pasal spesifik tentang
toleransi. Secara eksplisit dinyatakan dalam pasal 25: “Bagi kaum Yahudi
(termasuk pemeluk agama lain selain Yahudi) bebas memeluk agama mereka, dan
bagi orang Islam bebas pula memeluk agama mereke. Kebebasan ini berlaku pada
pengikut-pengikut atau sekutu-sekutu mereka dan diri mereka sendiri” (lil
yahudi dinuhum, wa lil muslimina dinuhum, mawaalihim wa anfusuhum).
Dan
dalam Al-Qur’an Allah SwT menyebutkan keberadaan beberapa
agama sebagai berikut: إِنَّ
الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالصَّابِئُونَ وَالنَّصَارَىٰ مَنْ آمَنَ
بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا
هُمْ يَحْزَنُونَ
Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, Shabiin dan
orang-orang Nasrani, siapa saja (diantara mereka) yang benar-benar saleh, maka
tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Al-Maidah
[5]: 69)
Sebagai satu saudara
dalam tanah air yang sama, kita harus menjaga kerukunan umat beragama di
Indonesia untuk bersama-sama membangun negara ini menjadi yang lebih baik.
Menyadari fakta kemajemukan Indonesia itu, pemerintah telah mencanangkan konsep
Tri Kerukunan Umat Beragama di Indonesia pada era tahun 1970-an. Ke
depan, guna memperkokoh kerukunan hidup antar umat beragama di Indonesia,
kiranya perlu membangun dialog horizontal dan dialog Vertikal.
Dialog Horizontal adalah interaksi antar manusia yang
dilandasi dialog untuk mencapai saling pengertian, pengakuan akan eksistensi
manusia, dan pengakuan akan sifat dasar manusia yang asasi, dengan menempatkan
manusia pada posisi kemanusiaannya. Artinya, posisi manusia yang bukan sebagai
benda mekanik, melainkan sebagai manusia yang berakal budi, yang kreatif dan
berbudaya.
Dialog Vertikal berarti pemahaman dan pengkhayatan
akan fungsi dan makna keagamaan secara mendalam bukan fanatisme buta dalam
beragama karena kebodohannya.
Konsep Tri Kerukunan
Umat Beragama di Indonesia
1.
Kerukunan
intern umat beragama, yaitu suatu
bentuk kerukunan yang terjalin antar masyarakat penganut satu agama. Misalnya,
kerukunan sesama orang Islam atau kerukunan sesama penganut Kristen.
2.
Kerukunan antar
umat beragama , yaitu suatu
bentuk kerukunan yang terjalin antar masyarakat yang memeluk agama
berbeda-beda. Misalnya, kerukunan antar umat Islam dan Kristen, antara pemeluk
agama Kristen dan Budha, atau kerukunan yang dilakukan oleh semua agama.
3.
Kerukunan umat
beragama dengan pemerintah, yaitu bentuk
kerukunan semua umat-umat beragama menjalin hubungan yang yang
harmoni dengan Negara/ pemerintah. Misalnya tunduk dan patuh terhadap
aturan dan perundang-undangan yang berlaku.
C. Kendala
yang dihadapi dalam mewujudkan Kerukunan Antara Umat Beragama
1. Rendahnya
Sikap Toleransi
Menurut
Dr. Ali Masrur, M.Ag, salah satu masalah dalam komunikasi antar agama sekarang
ini, khususnya di Indonesia, adalah munculnya sikap toleransi malas-malasan
(lazy tolerance) sebagaimana diungkapkan P. Knitter. Sikap ini muncul sebagai
akibat dari pola perjumpaan tak langsung (indirect encounter) antar agama,
khususnya menyangkut persoalan teologi yang sensitif. Sehingga kalangan umat
beragama merasa enggan mendiskusikan masalah-masalah keimanan.
2. Kepentingan
Politik
Faktor
Politik, Faktor ini terkadang menjadi faktor penting sebagai kendala dalam
mncapai tujuan sebuah kerukunan anta umat beragama khususnya di Indonesia, jika
bukan yang paling penting di antara faktor-faktor lainnya. Bisa saja sebuah
kerukunan antar agama telah dibangun dengan bersusah payah selama
bertahun-tahun atau mungkin berpuluh-puluh tahun, dan dengan demikian kita pun
hampir memetik buahnya. Namun tiba-tiba saja muncul kekacauan politik yang ikut
memengaruhi hubungan antaragama dan bahkan memorak-porandakannya seolah petir menyambar
yang dengan mudahnya merontokkan “bangunan dialog” yang sedang kita selesaikan.
3. SikapFanatisme
Di kalangan Islam, pemahaman agama
secara eksklusif juga ada dan berkembang. Bahkan akhir-akhir ini, di Indonesia
telah tumbuh dan berkembang pemahaman keagamaan yang dapat dikategorikan
sebagai Islam radikal dan fundamentalis, yakni pemahaman keagamaan yang
menekankan praktik keagamaan tanpa melihat bagaimana sebuah ajaran agama
seharusnya diadaptasikan dengan situasi dan kondisi masyarakat. Mereka masih
berpandangan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan dapat
menjamin keselamatan menusia. Jika orang ingin selamat, ia harus memeluk Islam.
Segala perbuatan orang-orang non-Muslim, menurut perspektif aliran ini, tidak
dapat diterima di sisi Allah.
Adapun solusinya adalah sebagai
berikut:
1. Dialog
Antar Pemeluk Agama
Sejarah perjumpaan agama-agama yang
menggunakan kerangka politik secara tipikal hampir keseluruhannya dipenuhi
pergumulan, konflik dan pertarungan. Karena itulah dalam perkembangan ilmu
sejarah dalam beberapa dasawarsa terakhir, sejarah yang berpusat pada politik
yang kemudian disebut sebagai sejarah konvensional dikembangkan dengan mencakup
bidang-bidang kehidupan sosial-budaya lainnya, sehingga memunculkan apa yang
disebut sebagai sejarah baru (new history). Sejarah model mutakhir ini lazim
disebut sebagai sejarah sosial (social history) sebagai bandingan dari sejarah
politik (political history). Penerapan sejarah sosial dalam perjumpaan Kristen
dan Islam di Indonesia akan sangat relevan, karena ia akan dapat mengungkapkan
sisi-sisi lain hubungan para penganut kedua agama ini di luar bidang politik,
yang sangat boleh jadi berlangsung dalam saling pengertian dan kedamaian, yang
pada gilirannya mewujudkan kehidupan bersama secara damai (peaceful
co-existence) di antara para pemeluk agama yang berbeda.
2. Bersikap
Optimis
Walaupun berbagai hambatan menghadang
jalan kita untuk menuju sikap terbuka, saling pengertian dan saling menghargai
antaragama, saya kira kita tidak perlu bersikap pesimis. Sebaliknya, kita perlu
dan seharusnya mengembangkan optimisme dalam menghadapi dan menyongsong masa
depan dialog. Paling tidak ada tiga hal yang dapat membuat kita bersikap
optimis.
Pertama, pada beberapa dekade terakhir ini
studi agama-agama, termasuk juga dialog antaragama, semakin merebak dan
berkembang di berbagai universitas, baik di dalam maupun di luar negeri.
Kedua, para pemimpin masing-masing agama
semakin sadar akan perlunya perspektif baru dalam melihat hubungan antar-agama.
Mereka seringkali mengadakan pertemuan, baik secara reguler maupun insidentil
untuk menjalin hubungan yang lebih erat dan memecahkan berbagai problem
keagamaan yang tengah dihadapi bangsa kita dewasa ini.
Ketiga, masyarakat kita sebenarnya semakin
dewasa dalam menanggapi isu-isu atau provokasi-provokasi. Mereka tidak lagi
mudah disulut dan diadu-domba serta dimanfaatkan, baik oleh pribadi maupun
kelompok demi target dan tujuan politik tertentu.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan dalam makalah ini, dapat kami simpulkan berbagai macam
bahasan mengenai kerukunan antar umat beragama, yaitu : Kendala-kendala yang
dihadapi dalam mencapai kerukunan umat antar beragama ada beberapa sebab,
antara lain;
1.
Rendahnya Sikap Toleransi
2. Kepentingan Politik dan
3. Sikap Fanatisme
2. Kepentingan Politik dan
3. Sikap Fanatisme
Adapun solusi
untuk menghadapinya, adalah dengan melakukan Dialog Antar Pemeluk Agama dan
menanamkan Sikap Optimis terhadap tujuan untuk mencapai kerukunan antar umat
beragama.
B. Saran
Sebagai satu saudara dalam tanah air yang sama, kita harus menjaga
kerukunan umat beragama di Indonesia untuk bersama-sama membangun negara ini
menjadi yang lebih baik. Penyusun sangat mengharapkan saran dan kritikan yang
bersifat membangun kearah kebaikan demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
ConversionConversion EmoticonEmoticon